Sabtu, 30 April 2016

Qashash Al-Qur'an



QASHASH AL-QUR’AN
Oleh: Nuni Nurbayani[1]

A.    Pendahuluan
Al-Quran merupakan kitab suci pedoman seluruh umat Islam yang memiliki mukjizat paling besar. Oleh karena itu umat Islam perlu mengkaji lebih jauh terkait isi kandungan Alquran sehingga akan diketahui hakekat makna dalam Alquran itu. Untuk mengetahui kandungan Alquran itu diperlukan suatu metode keilmuan yang dikenal dengan nama ulumul quran. Menurut Az-Zarqani, ulumul quran merupakan suatu bidang studi yang membahas tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Alquran, baik dilihat dari segi turunnya, urutannya, pengumpulannya, penulisannya, bacaannya, penafsirannya, kemu’jizatannya, nasikh mansukhnya, penolakan hal-hal yang menimbulkan keraguan terhadap Alquran dan sebagainya.[2]
Dalam Alquran terdapat beberapa pokok-pokok kandungan. Diantara pokok-pokok kandungan Alquran adalah aqidah, syariah, akhlak, sejarah, iptek, dan filsafat. Sebagian orang seperti Mahmud Syaltut, membagi pokok ajaran Alquran menjadi dua pokok ajaran, yaitu Akidah dan Syariah.[3] Namun sesuai dengan tema makalah ini hanya akan dijelaskan secara lebih rinci terkait dengan bidang sejarah.
Kandungan Alquran tentang sejarah atau kisah-kisah disebut dengan istilah Qashashul Quran (kisah-kisah Alquran). Bahkan ayat-ayat yang berbicara tentang kisah jauh lebih banyak ketimbang ayat-ayat yang berbicara tentang hukum. Hal ini memberikan isyarat bahwa Alquran sangat perhatian terhadap masalah kisah, yang memang di dalamnya banyak mengandung pelajaran (ibrah).

Sesuai firman Allah yang artinya: “Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Alquran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman”.[QS yusuf : 111].[4]

B. Qhashas al-Qur’an Dalam Tinjauan Definitif
Dari segi bahasa al-qashash berupa bentuk jamak dai kata qishash, yang berarti mengikuti jejak atau menelusuri bekas, atau cerita/kisah.
Dari segi istilah, kisah berarti berita-berita mengenai suatu permasalahan dalam masa-masa yang saling berurut-urut. Qashash Al-Qur’an adalah pemberitaan mengenai ihwal ummat yang telah lalu, nubuwwat (kenabian) yang terdahulu dan peristiwa-peristiwa yang telah terjadi.[5]
Al-Qur’an telah menyebutkan kata qashas dalam beberapa konteks, pemakaian, dan tashrif (konjungsi) nya: dalam bentuk fi’il madhi, fi’il mudhori’, fi’il amr, dan dalam bentuk mashdar . Menurut bahasa, kata qashash berarti kisah, cerita, berita atau keadaan. kisah sendiri berasal dari kata al-qassu yang berarti mencari atau mengikuti jejak. sependapat dengan al-Qattan, Imam ar-Raghib al-Isfahani dalam kitab al-Mufradat fi Gharib al-Qur’an juga mengartikan kata “Qashashtu atsarahu” sebagai “Saya mengikuti jejaknya”.
Hasbi Ashiddieqy menyatakan bahwa pengertian dari qashash adalah mencari bekasan atau mengikuti bekasan (jejak). Lebih lanjut, beliau juga menerangkan bahwa Lafadz qashash adalah bentuk mashdar yang berarti mencari bekasan atau jejak, dengan memperhatikan ayat-ayat berikut ini:[6]




Artinya: Musa berkata: "Itulah (tempat) yang kita cari". Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula. (Q. S. Al-Kahfi,64)
Dalam ayat ini qhashas berarti mengikuti jejak yang sama dengan menelusuri bekas.

Artinya: Dan berkatalah ibu Musa kepada saudara Musa yang perempuan: "Ikutilah dia" Maka kelihatanlah olehnya Musa dari jauh, sedang mereka tidak mengetahuinya. (Al-Qhashash:11)
Di sini lafal qushi/qhashash berarti mengikuti.

Artinya: “Sesungguhnya ini adalah kisah yang benar, dan tak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Allah; dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Ali Imran:62)

Jadi bisa disimpulkan, Qhashash al-Qur’an ialah kisah-kisah dalam al-Qur’an yang menceritakan hal ihwal umat-umat dahulu dan Nabi-nabi mereka serta peristiwa-peristiwa yangg terjadi pada masa lampau, masa kini, dan masa yang akan datang. Di dalam Al-Qur’an banyak diceritakan umat-umat dahulu dan sejarah Nabi/para Rasul serta ihwal negara dan perilaku bangsa-bangsa kaum dahulu.[7]

Terkadang Al-Qur’an menceritakan kejadian manusia pertama Nabi Adam a.s. dan kehidupannya; menerangkan kenikmatan surga dan siksaan neraka di akhirat, sebagaimana sering menjelaskan tugas-tugas dan nama-nama para malaikat dan keadaan hari kiamat dan sebagainya,
Kisah-kisah itu didengarkan oleh bangsa Arab dan pakar-pakar sejarah dari berbagai bangsa yang lain, dari para ahli kitab, orang-orang Yahudi dan Nasrani serta orang kafir Quraisy. Bagi orang-orang kafir, cerita-cerita al-Qur’an itu menjadi bahan fitnahan dan bahan tertawaan, sedangkann bagi orang mukmin akan menambah keimanan seperti keterangan ayat 31 surah al-Muddatsir:

Artinya: “Dan tiada Kami jadikan penjaga neraka itu melainkan dari malaikat: dan tidaklah Kami menjadikan bilangan mereka itu melainkan untuk jadi cobaan bagi orang-orang kafir, supaya orang-orang yang diberi Al-Kitab menjadi yakin dan supaya orang yang beriman bertambah imannya dan supaya orang-orang yang diberi Al Kitab dan orng-orang mukmin itu tidak ragu-ragu dan supaya orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan orang-orang kafir (mengatakan): "Apakah yang dikehendaki Allah dengan bilangan ini sebagai suatu perumpamaan?" Demikianlah Allah membiarkan sesat orang-orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan tidak ada yang mengetahui tentara Tuhanmu melainkan Dia sendiri. Dan Saqar itu tiada lain hanyalah peringatan bagi manusia.
C. Macam-Macam Kisah Dalam al-Qur’an
1. Ditinjau dari Segi Waktu
Bila dilihat dari segi waktu terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam Al-Qur’an, maka qhashash al-Qur’an itu dibagi menjadi tiga macam, sebagai berikut:
a.       Kisah hal-hal gaib pada masa lalu, yaitu kisah yang menceritakan kejadian-kejadian gaib yang sudah tidak bisa ditangkap oleh panca indera, yang terjadi di masa lampau. Seperti kisah Nabi Nuh, Nabi Musa dan kisah Siti Maryam. Seperti yang dijelaskan dalam al-Qur’an ayat 44 surah Ali Imran:
Artinya: “Yang demikian itu adalah sebagian dari berita berita gaib yang Kami wahyukan kepada kamu (wahai Muhammad), padahal kamu tidak hadir beserta mereka, ketika mereka melemparkan anak-anak panah mereka (untuk mengundi) siapa di antara mereka yang akan memelihara Maryam. Dan kamu tidak hadir di sisi mereka ketika mereka bersengketa.”

b.      Kisah hal-hal gaib pada masa kini, yaitu kisah yang menerangkan hal-hal gaib pada masa sekarang, (meski sudah ada sejak dulu dan masih akan tetap ada sampai masa yang akan datang) dan yang menyingkap rahasia-rahasia orang-orang munafik. Seperti kisah yang menerangkan tentang Allah SWT dengan segala sifat-sifat-Nya, para malaikat, jin, setan, dan siksaan neraka, kenikmatan surga, dan sebagainya. Kisah-kisah tersebut dari dahulu sudah ada, sekarang pun masih ada dan hingga masa yang akan datang pun masih tetap ada. Misalnya, kisah dari ayat 1-6 surah al-Qari’ah:

Artinya:”Hari kiamat, apakah hari kiamat itu? Tahukah kamu apakah hari kiamat itu? Pada hari itu manusia adalah seperti anai-anai yang beterbangan. Dan gunung-gunung seperti bulu-bulu yang dihambur-hamburkan”.

c.       Kisah hal-hal gaib pada masa yang akan datang, yaitu kisah kisah yang menceritakan peristiwa akan datang yang belum terjadi pada waktu turunnya al-Qur’an, kemudian peristiwa tersebut betul-betul terjadi. Karena itu, pada masa sekarang ini, berarti peristiwa yang telah dikisahkan itu telah terjadi. Seperti kemenangan bangsa Romawi atas Persia yang diterangkan ayat 1-4 surah al-Rum. Dan seperti mimpi Nabi bahwa beliau akan dapat masuk Masjidil Haram bersama para sahabat, dalam keadaan sebagian mereka bercukur rambut dan yang lain tidak. Pada waktu perjanjian Hudaibiyah, Nabi gagal masuk Makkah, sehingga diejek-ejek orang-orang Yahudi, Nasrani dan Kaum Munafik, bahwa mimpi Nabi tersebut tidak terlaksana. Maka turunlah ayat 27 surah al-Fath. Serta contoh jaminan Allah terhadap keselamatan Nabi Muhammad SAW dari penganiayaan orang, meski banyak orang yang mengancam akan membunuhnya.[8] Hal ini ditegaskan surah al-Maidah, 67:

Artinya: Wahai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.

2. Ditinjau dari Segi Materi
Apabila ditinjau dari segi materi yang diceritakan, maka kisah al-Qur’an itu terbagi sebagai berikut:
a.       Kisah para Nabi, mukjizat mereka, fase-fase dakwah mereka, penentang mereka, dan penentang serta pengikut mereka. Seperti kisah Nabi Adam, Nabi Musa, Nabi Muhammad SAW dan sebaginya.
b.      Kisah orang-orang yang belum tentu Nabi dan kelompok-kelompok manusia tertentu. Seperti kisah Lukmanul Hakim, Qorun, Thaluth, Yaqut, Ashhab al-Kahfi, Ashhab al-fiil, dan lain-lain
c.       Kisah peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian di zaman Rosulullah SAW. Seperti kisah perang Badar, Perang Uhud, Perang Hunain, Perang Tabuk, Perang Ahzab, peristiwa Hijrah dan lain sebagainya.[9]

D.    Faedah Qhashash al-Qur’an
Allah menetapkan bahwa dalam kisah orang-orang tedahulu tedapat hikmah dan pelajaran yang bagi orang-orang yang berakal, serta yang mampu merenungi kisah-kisah itu, menemukan hikmah dan nasihat yang ada di dalamnya, serta menggali pelajarn dan petunjuk hidup dari kisah-kisah tersebut. Allah juga memerintahkan kita untuk ber-tadabbur terhadapnya, mnyuruh unutk meneladani kisah orang-rang yang sholeh dan mushlih, serta mengambil metode mereka dalam berdakwah dalam posisi kita sebagai makhluq dan kholfah di muka bumi ini.
Diantara hikmah yang dapat kita ambil dari kajian kisah-kisah dalam al-Qur’an seperti yang disebutkan oleh Ahmad Syadali dalam bukunya antara lain sebagai berikut:
1.      Menjelaskan asas-asas dan dasar-dasar dakwah agama Allah dan menerangkan pokok pokok syari’at yang diajarkan oleh para Nabi.
2.      Meneguhkan Hati Rosulullah SAW dan umatnya dalam mengamalkan agama Allah (Islam), serta menguatkan kepercayaan para mukmin tentang datangnya pertolongan Allah dan kehancuran orang-orang yang sesat.
3.      Menyibak kebohongan para Ahli Kitab dengan hujjah yang membenarkan keterangan dan petunjuk yang mereka sembunyikan, dan menentang mereka tentang isi kitab mereka sendiri sebelum kitab tersebut diubah dan diganti seperti firman Allah; “Semua makanan adalah halal bagi Bani Israil melainkan makanan yang diharamkan oleh Israil (Ya’qub) untuk dirinya sendiri sebelum Taurat diturunkan. Katakanlah: “(Jika kamu mengatakan ada makanan yang diharamkan sebelum turun Taurat), Maka bawalah Taurat itu, lalu Bacalah dia jika kamu orang-orang yang benar”. (QS. Ali Imran: 93)
4.      Lebih meresapkan pendengaran dan memantapkan keyakinan dalam jiwa para pendengarnya, karena kisah-kisah itu merupakan salah satu dari bentuk peradaban.
5.      Untuk memperlihatkan mukjizat al-Qur’an dan kebenaran Rasul di dalam dakwah dan pemberitaannya mengenai umat-umat yang dahulu ataupun keterangan-keterangan beliau.
6.      Memperlihatkan para Nabi dahulu dan kitab-kitabnya, serta mengabadikan nama baik dan jasa-jasanya.
7.      Menunjukkan kebenaran al-Qur’an dan kebenaran kisah-kisahnya, karena segala yang dijelaskan Allah dalam al-Qur’an adalah benar.
8.      Menanamkan pendidikan akhlaqul karimah dan mempraktekkannya, karena kisah-kisah yang baik itu dapat meresap dalam hati nurani dengan mudah dan baik.


E.     Hikmah Diulang-Ulangnya Kisah Dalam al-Qur’an
Menurut Manna’ Khalil al-Qattan dalam Mabahis fi ‘Ulumil Quran menyebutkan, di antara hikmah diulang-ulangnya kisah dalam Al-Qur’an adalah:
1.      Menjelaskan ke-balaghah-an Al-Qur’an. Sebab di antara keistimewaan balaghah adalah mengungkapkan sebuah makna dalam berbagai macam bentuk yang berbeda. Dan kisah yang berulang itu dikemukakan di setiap tempat dengan uslub yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Serta dituangkan dalam pola yang berlainan pula, sehingga tidak membuat orang merasa bosan karenanya, bahkan dapat menambah ke dalam jiwanya makna-makna baru yang tidak didapatkan saat membacanya di tempat lain.
2.      Menunjukkan kehebatan mukjizat Al-Qur’an. Sebab mengemukakan sesuatu makna dalam berbagai bentuk susunan kalimat di mana salah satu bentuk pun tidak dapat ditandingi oleh sastrawan Arab, merupakan tantangan dahsyat dan bukti bahwa Al-Qur’an itu datang dari Allah.
3.      Memberikan perhatian besar terhadap kisah tersebut agar pesan-pesannya lebih mantap dan melekat dalam jiwa. Hal ini karena pengulangan merupakan salah satu cara pengukuhan dan indikasi betapa besarnya perhatian.
4.      Perbedaan tujuan yang karena kisah itu diungkapkan. Maka sebagian dari makna-maknanya diterangkan di satu tempat, karena hanya itulah yang diperlukan. Sedangkan makna-makna lain-nya dikemukakan di tempat yang lain, sesuai dengan tuntutan keadaan.

F.     Bukti Arkeologis yang Mendukung Kisah-kisah dalam Al-Qur’an
Banyak temuan arkeolog yang memuat catatan-catatan kuno dan bukti-bukti geografis yang mendukung atau sesuai dengan penuturan Al-Qur’an. Hal ini menunjukkan bahwa cerita atau kisah-kisah yang dimuat oleh Al-Qur’an adalah benar adanya, karena secara periwayatan Allah sendiri telah menjamin. Catatan tertua yang ditemukan adalah catatan inskripsi atau naskah Ebta yang diperkirakan berumur 2500 tahun SM. Kumpulan naskah ini digali dari sebuah tempat yang bernama Tell Mardikh, sebelah barat Syiria, dan sekarang terdiri dari 15000 potongan lembengan tablet dan fragmen. Lempengan ini bersama temuan-temuah di Timur Dekat, Mesir dan Arabia dapat digunakan sebagai catatan Independen untuk membenarkan dan menguatkan kisah-kisah dalam al-Qur’an.[10]

__________________________
Sayangnya, kebanyakan temuan-temuan arkeologis tersebut banyak ditemukan oleh lembaga-lembaga arkeologi Barat-Kristen, seperti Pontifical Biblical Institute di Vatican, Misi Arkeolog lemabaga-lembaga AS, Perancis, Inggris dan lain sebagainya. Meskipun penelitian mereka didasarkan atas metode ilmiah, namun tidak diragukan lagi bahwa kepentingan mereka adalah untuk mencocokan tablet atau lempeng arkeologis tersebut dengan kisah-kisah Injil yang mempengaruhi mereka-baik sengaja ataupun yang tidak sengaja-telah banyak melakukan kesalahan tafsir terhadap lempeng-lempeng tersebut dan menguntungkan kepentingan mereka.10
Bukti sejarah yang dapat kita lihat sampai sekarang dan masih tetap eksis adalah adalah baitullah Ka’bah serta runtutan ritual ibadah Hajji yang dilaksanakan di Mekkah, yang kebanyakan diambil dari kisah nabi Ibrahim dan keluarganya. Selain itu, sudah banyak video-video yang memperlihatakan kepada kita peninggalan dari para Nabi terdahulu, seperti penayangan “Jejak Rosul” yang dapat kita saksikan di setiap bulan Ramadhan, serta bukti-bukti arkeolog lain yang telah banyak ditemukan.
Fakta lain, Melalui studi yang mendalam, diantaranya kisahnya dapat ditelusuri akar sejarahnya, misalnya situs-situs sejarah bangsa Iran yang di identifikasikan sebagai bangsa ‘Ad dalam kisah Al-Qur’an, Al-Mu’tafikat yang di identifikasikan sebagai kota-kota palin, Sodom dan Gomorah yang merupakan kota-kota wilayah Nabi Luth.
Kemudian berdasarkan penemuan-penemuan modern, mummi Ramses II di sinyalir sebagai Fir’aun yang dikisahkan dalam Al-Qur’an. Disamping itu memang terdapat kisah-kisah yang tampaknya sulit untuk di deteksi sisi historisnya, misalnya peristiwa Isra’ Mi’raj dan kisah Ratu Saba.[11]

G. KESIMPULAN
Dari uraian makalah di atas kita dapat mengambil beberapa kesimpulan diantaranya:
1.      Alquran merupakan kitab suci umat Islam dan manusia seluruh alam yang tidak dapat diragukan kebenarannya dan berlaku sepanjang zaman, baik masa lalu, masa sekarang maupun masa yang akan datang.
2.      Sebagian isi kandungan dalam Alquran kebanyakan memuat tentang qashas (sejarah) umat-umat terdahulu sebagai bahan pelajaran bagi umat sekarang (umat Islam).
3.      Qashashul quran adalah kabar-kabar dalam Alquran tentang keadaan-keadaan umat yang telah lalu dan kenabian masa dahulu, serta peristiwa-peristiwa yang telah terjadi.
4.      Tujuan kisah Alquran adalah untuk memberikan pengertian tentang sesuatu yang terjadi dengan sebenarnya dan agar dijadikan ibrah (pelajaran) untuk memperkokoh keimanan dan membimbing ke arah perbuatan yang baik dan benar.
5.      Karakteristik kisah Al qur’an adalah Al qur’an tidak menceritakan kejadian dan peristiwa-peristiwa secara berurutan (kronologis) dan tidak pula memaparkan kisah-kisah itu secara panjang lebar.
Faedah kisah dalam Alquran adalah untuk dakwah menegakkan kalimat tauhid, membantah kebohongan kaum kafir serta menjadikannya sebagai pelajaran yang amat berharga bagi umat Islam.




DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Ahmad Ash-Shouwi, Dkk, (1995). Mukjizat al-Qur’an dan as-Sunnah Tentang IPTEK, Jakarta: Gema Insani Press.

Al khattan, manna’khalil, (1996), studi ilimu-ilmu al qur’an, Bogor; Pustaka litera antarnusa, cetakan ke-3.

Mahmud Syaltut, (1966). al-Islam Aqidah wa al-Syariah. Beirut: Dar al-Qalam.

M. Hasbi Ash Shiddieqy, (1972). Ilmu-ilmu al-Qur’an; Media Pokok Dalam Penafsiran al-Qur’an, Jakarta: Bulan Bintang,
Quraish Shihab, (1998). Mu’jizat Al-Qur’an, Bandung: Mizan.

Yunus, M.(1984). Tafsir Quran Karim. Jakarta: PT Hidakarya Agung. Cet. Ke-24.

ARTIKEL-INTERNET






http://siinia.wordpress.com/makalah-qashash-al-quran/ [10 Maret 2010]

QASHASH AL-QUR’AN


MAKALAH

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Ilmu Tafsir
Program Magister Pendidikan Agama Islam (PAI)
Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung
Dosen: Prof. Dr. H. Asep Muhyidin, M.Ag.


http://vector.me/files/images/6/6/665405/universitas_islam_negeri.png









Oleh:
NUNI NURBAYANI, S. Pd. I
NIM: 2.213.3.064


PROGRAM PASCASARJANA PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG

 
2013/2014








[1] Mahasiswa Program Pascasarjana Pendidikan Agama Islam (PAI) UIN Sunan Gunung Djati Bandung Angkatan 2013/2014
[2] Mahmud Syaltut, al-Islam Aqidah wa al-Syariah (Beirut: Dar al-Qalam, 1966), h. 11
[4] http://siinia.wordpress.com/2012/03/10/makalah-qashash-al-quran/
[5] Al khattan, manna’khalil, studi ilimu-ilmu al qur’an (Bogor; pustaka litera antarnusa, 1996) cetakan ke-3.
[6] M. Hasbi Ash Shiddieqy, Ilmu-ilmu al-Qur’an; Media Pokok Dalam Penafsiran al-Qur’an, Bulan Bintang, Jakarta 1972

[7] Ahmad Ash-Shouwi, Dkk, Mukjizat al-Qur’an dan as-Sunnah Tentang IPTEK, Gema Insani Press, Jakarta 1995
[8] Quraish Shihab, Mu’jizat Al-Qur’an, Mizan, Bandung 1998

[9] (Shalah, 1999)